Proto-Museum Muhammadiyah
Di antara jumlahnya yang sedikit, Muhammadiyah juga pernah merintis pendirian museum non-pemerintah, yakni Museum Pendidikan Muhammadiyah. Cerita tentang museum ini didapat dari seorang tokoh sepuh Muhammadiyah. Beliau menceritakan bahwa dulu pada 1970-an pernah didirikan Museum Pendidikan Muhammadiyah yang lokasinya kini telah menjadi SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Konon di tempat itulah ditemukan globe KH Ahmad Dahlan yang banyak terpajang di foto-foto lama dan beberapa warisan sejarah Muhammadiyah pada masa awal. Sayangnya, tempat yang diceritakan tersebut hilang dari peredaran sejarah beberapa dekade kemudian. Meskipun demikian, fakta bahwa Muhammadiyah pernah membangun museum non-pemerintah pada masa Orde Baru itu menjadi pengetahuan baru tentang keberadaan “proto-Museum Muhammadiyah”.
Perhatian Muhammadiyah terhadap sejarah dapat ditarik jauh ke belakang pada akhir 1960-an. Ketika itu dibentuklah sebuah divisi dalam struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan nama Urusan Dokumentasi dan Sejarah. Divisi yang dipimpin langsung oleh HM Yunus Anis ini lahir dari kegelisahan jika Muhammadiyah yang pada masa itu telah berusia setengah abad dapat kehilangan sejarah nya jika tidak dilakukan aktivitas penulisan sejarah, maka dari itu divisi ini selama satu dekade telah menerbitkan beberapa buku biografi dan sejarah Muhammadiyah lokal. Meskipun mengalami masa surut pada periode kepengurusan setelahnya, lahirnya Urusan Dokumentasi dan Sejarah dalam tubuh Muhammadiyah menjadi sebuah fondasi penting bagi Muhammadiyah untuk menautkan kesadaran sejarah dalam sebuah produk kongkret.
Ide tentang Museum Muhammadiyah tidak berhenti di sana dan selalu muncul dalam wacana dan kesadaran warga Muhammadiyah pada tahun-tahun selanjutnya. Sebuah rubrik opini dalam majalah Suara Muhammadiyah No. 5 tahun 1990 memuat sebuah tulisan oleh Mintaryo AF seorang aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah Cilacap, tentang gagasan perlunya Muhammadiyah memiliki sebuah museum. Salah satu fungsi museum yang diangkat ialah dalam bidang pendidikan. Mungkin saja Mintaryo bukanlah satu-satunya orang yang memiliki ide terkait pembangunan museum, namun gagasan tersebut masih hidup, meski sebatas wacana-wacana. Dua puluhan tahun pascaterbitnya tulisan Mintaryo AF, Muhammadiyah kembali teringat dengan gagasan pendirian museum. Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makasar tahun 2015 mengeluarkan keputusan resmi untuk menjadikan pembangunan Museum Muhammadiyah sebagai program pelaksanaan Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Museum (Baru) Muhammadiyah
Yogyakarta dipilih menjadi tempat yang tepat bagi pembangunan museum ini dengan mempertimbangkan aspek historis dan keterjangkauannya. Secara spesifik lokasi yang dipilih ialah kompleks Kampus Empat Universitas Ahmad Dahlan. Rencana ini memperoleh dukungan penuh dari Prof. Dr. Muhadjir Effendy yang pada masa itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan
dan terus mengalami proses pembangunan secara bertahap. Sebuah fase penting percepatan dalam pembangunan Museum Muhammadiyah dilakukan pada 2020 saat Universitas Ahmad Dahlan di bawah kepemimpinan Dr Muchlas MT. Beliaulah yang mendapatkan mandat dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap museum. Hal ini kemudian menjadi pijakan penting dalam pembangunan museum tahap kedua yang terjadi pada tahun 2022 untuk mengisi 70% dari keseluruhan isi museum. Akhir dari pembangunan tahap dua ini bermuara pada peresmian Museum Muhammadiyah pada Senin 14 November 2022.
Meskipun belum rampung 100%, Museum Muhammadiyah sudah memiliki empat ruang pameran yang terdiri dari (1) ruang Pameran Pengantar, (2) ruang Muhammadiyah dalam Lintasan Sejarah, (3) Muhammadiyah dalam Kelahiran Republik, serta (4) ruang Organisasi Otonom Muhammadiyah. Museum Muhammadiyah dapat dikunjungi pada hari aktif Senin sampai Sabtu mulai pukul 09.00-16.00 dengan pendaftaran online melalui situs museum.muhammadiyah.or.id atau dapat datang secara langsung.
Sebagai organisasi Islam yang telah melewati usia lebih dari satu abad Muhammadiyah turut menjadi saksi perjalanan sejarah Indonesia, mulai dari awal pembentukan cita-cita kebangsaan, detik-detik kelahiran republik, hingga penyempurnaan bentuk negara setelah kemerdekaannya. Abstrakasi tersebutlah yang menjadi roh untuk melahirkan Museum Muhammadiyah yang baru diresmikan pada Senin 14 November 2022 yang lalu. Gedung museum yang cukup megah berdiri tujuh lantai di tanah lebih dari dua ribu meter persegi terletak di kompleks kampus empat Universitas Ahmad Dahlan Ring Road Selatan, Tamanan, Kec. Banguntapan, Kab. Bantul, Yogyakarta.
Kini Museum ini telah dapat dinikmati publik secara terbuka. Layanan kunjungan Museum Muhammadiyah dilakukan pada hari aktif Senin sampai dengan Sabtu dengan jam oprasional pukul 09.00-16.00 WIB. Reservasi tiket dapat diakses pada laman museum.muhammadiyah.or.id atau datang secara langsung untuk melakukan reservasi dan registrasi. Pengunjung akan disajikan enam ruang pemeran yang terdiri dari Ruang Pemeran Pengantar, Ruang Muhammadiyah dalam lintasan sejarah, Ruang Perkembangan Gerakan Muhammadiyah, Ruang Muhammadiyah dan lahirnya Republik, serta Ruang Organisasi Otonom Muhammadiyah. Diawaki oleh lima puluh enam edukator bersama dengan Tim Ahli, hingga kini setelah lima bulan dibuka Museum Muhammadiyah telah mencapai kunjungan tiga puluh delapan ribu sembilan ratus empat pengunjung.